Menghadirkan Wajah Gereja Katolik di Sekolah Negeri
Shalom, berkah dalem, salam sejahtera bagi kita semua. Dengan penuh berkat dan rasa bangga, ijinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Aloysius Juan Farrel Lumentut. Enambelas tahun yang lalu saya dihadirkan Tuhan ke dunia lewat kedua orangtua tercinta. Namun kini saya menjalani kehidupan hanya bersama ibu dan kakak perempuan satu-satunya, karena ayahku telah meninggalkan kami untuk selamanya. Kakakku telah menikah dan bersama keluarga kecilnya mereka menetap di Surabaya. Kini saya duduk di kelas XI SMA Negeri 2 Kota Mojokerto.
Sejak taman kanak-kanak selanjutnya di sekolah dasar bahkan sampai SMP orang tua selalu menyekolahkan saya di sekolah Katolik. Selain sebagai lembaga pendidikan yang bisa menjaga keberlangsungan iman saya, sekolah Katolik juga dikenal sangat disiplin yang mampu membentuk karaktek seseorang menjadi lebih baik. Pendidikan tingkat menengah pertama saya tempuh di SMP Katolik Santo Yusup Mojokerto. Sekolah tersebut berada dibawah naungan Yayasan Yohanes Gabriel dengan kantor pusatnya di Surabaya. SMP Katolik yang ada di jalan Niaga itu merupakan satu-satunya sekolah Katolik tingkat menengah pertama (swasta) yang ada di Kota Mojokerto. Berdiri sejak tanggal 1 Agustus tahun 1958.
Tamat SMP saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA terutama Negeri. Dasar pertimbangan memilih SMA Negeri ada beberapa alasan yakni ingin masuk dalam lingkungan baru dimana situasinya berbeda dengan lembaga pendidikan yang saya tempuh sebelumnya yaitu sekolah Katolik. Kedua ada kebijakan pemerintah mengenai zonasi. Kebetulan tempat tinggal kami menetap masuk dalam zonasi SMA Negeri 2. Terlintas dalam benakku bahwa masuk ke sekolah negeri membuat saya lebih percaya diri.
Setelah masuk dan resmi menjadi siswa SMA Negeri 2 Kota Mojokerto, timbul kesan yang berbeda dengan perasaan sebelumnya. Bukan rasa percaya diri yang kudapat tetapi perasaan gugup dan canggung karena saya dituntut agar mampu berkomunikasi dengan banyak orang yang tidak saya kenal. Namun saya merasa bahwa lingkungan ini tidak seburuk yang saya pikirkan. Di lain sisi, saya bangga karena saya akhirnya memberanikan diri masuk ke lingkungan ini.
Terkadang ada hal tertentu yang membuat kurang sreg dimana masih ada yang menyoroti dan memperhatikan setiap aktivitas kami, yang notabene berbeda dengan aktivitas yang dilakukan siswa lain khususnya dalam kegiatan keagamaan. Masih ada pula beberapa siswa yang menganggap bahwa perbedaan agama adalah suatu hal yang aneh. Hal-hal tersebutlah yang akhirnya muncul dalam benak bahwa kira-kira demikianlah nasib kami yang minoritas. Saya juga merasa sangat kesulitan dan stress dengan proses belajar yang dilaksanakan di awal masuk sekolah. Merasa sangat tertinggal dalam banyak hal dan bahkan terbebani dengan tuntutan setiap guru.
Sangat dilematis memang ketika berhadapan dengan situasi di sekolah ini. Banyak sekali tantangan yang terkadang sangat memberatkan bahkan tidak mampu saya selesaikan. Tuntutan belajar yang sangat berat disertai dengan tekanan mental sering saya alami selama mengikuti proses belajar mengajar. Kadang menggetirkan dan meremukkan batin. Tetapi ada juga yang sangat menggugah dan mengundang decak kagum.
Kendati demikian masih ada banyak hal menyenangkan lainnya yang saya dapat di sekolah ini. Ketika semangat belajar saya sangat nge-down, banyak sekali teman yang memberi motivasi sekaligus menyemangati. Banyak juga yang penasaran dengan perbedaan agama diantara kami. Sikap yang saya jumpai setelah menjalin komunikasi dan relasi yang terbuka dengan teman yang berbeda keyakinan antara lain; munculnya sikap toleransi terhadap perbedaan agama. Bahkan ada yang memiliki pandangan bahwa perbedaan agama bisa menjadi pengalaman dan sumber belajar yang berguna bagi mereka. Pengalaman tersebut tentu menjadi momen yang berharga dalam diri saya dan akan terus dikenang sebagai pelajaran berharga untuk hidup dalam semangat kebhinekaan.
Saya ingat akan pesan pembina Sie Kegiatan Kerohanian Kristen (SK3) di sekolah kami, Bapak John Lobo yang mengatakan bahwa; kita bagaikan kawanan domba ditengah-tengah serigala. Keberadaan iman kita diuji ditengah banyak tantangan dan godaan disekitar. Maka daripada itu, sebagai seorang Katolik, kita diharapkan menjadi seorang pengikut Yesus yang setia pada panggilan yakni selalu melayani. Melayani dapat dilaksanakan dalam berbagai kondisi dan situasi. Dalam hal ini, saya berusaha menjadi seorang pelayan dan pekerja kebun anggur Tuhan lewat bidang yang saya sukai.
Bidang Ekstrakurikuler yang saya ikuti adalah paduan suara . Ini adalah medan atau ladang anggur dimana saya mempersembahkan talenta terbaik yang diberikan Tuhan. Saya berusaha bekerja dan melayani Tuhan dan sesama lewat kegiatan tersebut. Melalui paduan suara kami dilatih tentang tehnik vocal yang benar, termasuk tehnik pernafasan, artikulasi dan dinamika. Fisik yang prima juga sangat dibutuhkan untuk bisa memaksimalkan suara yang dihasilkan, sehingga sangat disarankan bahwa seorang anggota paduan suara harus rutin melakukan jenis olahraga aerobik, seperti jogging, lari, renang maupun bersepeda yang bagus untuk memperkuat organ pernafasan.
Melalui paduan suara pula keberadaan saya dan teman-teman yang beragama Katolik diterima dengan baik.Bahkan terkadang kami diibaratkan seperti garam dan terang bagi sesama anggota paduan suara artinya terkadang menjadi tempat rujukan atau bertanya bagi teman-teman dalam hal membaca not dan hal-hal lain yang berhubungan dengan paduan suara.
Melalui pembaptisan yang telah diterima, saya dituntut agar bisa mengekspresikan iman atau keyakinan di lingkungan sekolah. Banyak sekali yang dapat saya lakukan, misalnya berani membuat tanda salib sebagai tanda kemenangan Kristus. Selain itu meneladan sikap Tuhan Yesus, seperti bertindak bijaksana, tenang dan sabar, menempatkan sesama sebagai saudara yang memiliki martabat yang sama, bersikap jujur, mampu bergaul dengan siapa saja tanpa membedakkan dll. Melalui aktivitas sederhana itu saya bisa menghadirkan wajah Yesus atau wajah Gereja Katolik kepada teman-teman yang berbeda keyakinan. (JL)
Mojokerto, 29 Oktober 2020
Aloysius Juan Farrel Lumentut
Berita yang direkomendasi
-
Kolaborasi Gerakan Literasi Melalui Pustaka Bebas Bea
Mojokerto-Penggagas Gerakan Katakan dengan Buku (GKdb) John Lobo Selas..
-
Buku untuk Tulang Bawang
Tulang Bawang.Lampung-Taman baca Ceria (Cerdas dan Gembira) yang terle..
-
Geliat Literasi dari Lekosoro
Bajawa.Flores- Pegiat literasi sekaligus pengelola taman baca Ratu Dam..
-
Tips Sukses Public Speaking Dari Divisi Humas Polri
Jakarta - Komunikasi publik atau public speaking adalah..