Kisah Istighosah yang Berujung Duka dan Kematian
Bhayangkaranews.com – Mari membaca kisah mulai dari pembekalan Iman, Ilmu Dan Amal Soleh, Stay At Home yang ditulis Salah satu ustadz dalam tim rohaniawan Polri semoga masyarakat bisa membuka hati dan menerima keputusan yang diambil Pemerintah.
Yaa Ahbabal Kirom,
Sebelum virus Corona (Covid-19) ada beberapa wabah penyakit yang melanda dunia. Di antaranya adalah pandemi Black Death (Maut Hitam atau Wabah Hitam) yang terjadi di Eropa pada tahun 1347-1351.
Wabah ini menyebar ke hampir seluruh daratan Eropa dan beberapa negara di Afrika dan Asia.
Pada tahun 1348 (749 H), Mesir dilanda wabah yang mematikan tersebut. Sejarawan Islam Taqiyyuddin Ahmad bin Ali Al-Maqrizi (wafat 1442/845 H), dalam kitabnya As-Suluk Li Ma’rifah Duwal AlMuluk menggambarkan efek sosial dari wabah tersebut.
Al-Maqrizi menuturkan, Pada saat itu, semua pesta dan resepsi pernikahan dibatalkan. Tidak ada satu pun yang menggelarnya pada masa wabah itu melanda negeri. Tidak ada suara nyanyian. Kumandang azan pun tidak terdengar kecuali dari satu masjid yang terkenal pada waktu itu.
Sejarawan Mesir Abu Al-Mahasin Jamaluddin Yusuf bin Taghri Bardi (wafat 1470/872 H), dalam kitabnya An-Nujum Az-Zahirah, menyebutkan kisah yang sama. Ia menambahkan, Waktu itu, sebagian besar Masjid dan Mushalla ditutup.
Yaa Ahbabal Kirom,
Buku-buku sejarah juga mencatat upaya masyarakat saat itu dalam menangkal wabah yang terjadi dengan berkumpul di masjid-masjid dan memanjatkan doa dalam skala besar.
Seorang hakim yang juga pakar sejarah, Syamsuddin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i (wafat 1378/780 H), dalam kitabnya yang berjudul Syifa’ Al-Qalbil Mahzun Fi Ma Yata’allaq Bi Ath-Thaun, ia menceritakan sebuah wabah besar melanda Damaskus pada tahun 1363/764 H.
Syamsuddin menulis, Pada saat itu, warga merasa baik-baik saja. Mereka mengisi malam dengan shalat dan beribadah kepada Allah. Pada siang harinya mereka melaksanakan puasa. Tak lupa, mereka pun bersedekah dan bertobat kepada Allah Ta’ala. Kami tinggalkan rumah dan memilih untuk berdiam di masjid-masjid. Orang-orang dewasa, anak-anak dan kaum wanita turut serta beribadah bersama kami.
Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam kitabnya, Inba` Al-Ghumri Bi Anba` Al-Umri, menceritakan dampak pertemuan yang dilakukan masyarakat ketika wabah menyerang wilayah Mesir.
Yaa Ahbabal Kirom,
Menurut Ibnu Hajar, *Sebuah wabah terjadi pada tahun 1430/833 H. Seorang pejabat negara bernama Syihabuddin Asy-Syarif mengumpulkan 40 orang alim. Nama depan mereka semua adalah Muhammad. Syihabuddin meminta Alim Ulama tersebut melaksanakan istigosah bersama masyarakat saat itu.
Setelah shalat Jumat di Masjid Al-Azhar Kairo, orang-orang alim itu membaca ayat-ayat Al-Qur`an. Hingga menjelang Ashar, mereka semua berdiri dan memanjatkan doa hingga suara mereka terdengar oleh orang-orang. Jamaah pun mulai berdatangan dan ikut berdoa bersama mereka.
Ketika waktu Ashar masuk, 40 orang alim itu naik ke lantai atas masjid dan mengumandangkan azan secara serempak.
Cara seperti itu diyakini sejumlah kalangan bisa menolak wabah yang tengah melanda. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Jumlah korban yang terinfeksi dan yang meninggal bertambah banyak setelah itu.*
Ibnu Hajar juga menceritakan kejadian serupa pada tahun 1444/848 H, *Ketika Mesir dilanda wabah Tha’un. Kedatangan jamaah haji dari wilayah Hijaz (Arab Saudi sekarang) membuat wabah semakin menyebar kemana-mana.
Wabah tersebut telah menewaskan 100-200 orang. Setelah jamaah haji pulang dari Hijaz, jumlah korban meningkat drastis. Anak-anak tak luput dari wabah itu. Menurut perhitungan, lebih dari 1.000 orang meninggal akibat Tha’un.*
Para jamaah haji tersebut telah terinfeksi Tha’un sebelum pulang ke Mesir. Sehingga, ketika mereka berinteraksi dengan lingkungan sekitar, wabah itu menyebar dengan cepat.
Akhirnya Ibnu Hajar juga menerangkan pentingnya Karantina Mandiri di rumah untuk menjaga diri dari penularan virus wabah saat itu.*
Dalam kitab yang sama, Ibnu Hajar bercerita, ada seorang ulama fikih bernama Al-Qadhi Ibnu Abi Jaradah Al-Halabi Al-Hanafi (wafat 1416/819 H).
Pada saat terjadi wabah, Al-Qadhi merasa khawatir jika dirinya tertular. Sehingga, ia melakukan karantina mandiri dirumah dan mengisi waktunya dengan membuat ramuan obat, berdoa kepada Allah Ta’ala dan meruqyah diri sendiri.
Selain itu, Al-Qadhi berpura-pura sakit agar tidak diminta masyarakat untuk mengurus jenazah atau melayat keluarga orang yang telah meninggal dunia karna virus wabah
Saat itu. Atas izin Allah Ta’ala dan berkat usaha maksimal yang telah dilakukannya, Al-Qadhi selamat dari wabah yang mematikan itu.
Yaa Ahbabal Kirom,
Dari beberapa kisah yang disebutkan di atas, kita simpulkan bahwa Social Distancing, Stay at Home,ataupun, *Karantina Mandiri telah terbukti mengurangi penyebaran virus yang melanda suatu wilayah dizaman itu. Oleh karna itu Yaa Ahbabal Kirom,
Saat ini yang dibutuhkan adalah kebersamaan, persaudaraan, saling mendukung, solidaritas, dan saling mengingatkan utk melaksanakan PSBB yang Insya Allah akan membuahkan kesehatan, ketenangan, dan memutuskan mata rantai covid 19.
Pendapat Ibnu Sina, seorang filsuf, ilmuwan, dan ahli di bidang kedokteran kelahiran Bukhara Uzbekistan (980-1037), Kegelisahan, kepanikan adalah separuh dari penyakit; Kedisiplinan, ketaatan, ketenangan dan kesabaran adalah separuh obat.
Ingat di rumah aja,,,laksanakan social distancing dan physical distancing serta tetap berdoa.. Untuk Indonesia dan dunia... Semoga Pandemi covid 19 berlalu dan kita bisa menjalani kehidupan yang lebih baik dengan meningkatkan ibadah
Berita yang direkomendasi
-
Kolaborasi Gerakan Literasi Melalui Pustaka Bebas Bea
Mojokerto-Penggagas Gerakan Katakan dengan Buku (GKdb) John Lobo Selas..
-
Buku untuk Tulang Bawang
Tulang Bawang.Lampung-Taman baca Ceria (Cerdas dan Gembira) yang terle..
-
Geliat Literasi dari Lekosoro
Bajawa.Flores- Pegiat literasi sekaligus pengelola taman baca Ratu Dam..
-
Tips Sukses Public Speaking Dari Divisi Humas Polri
Jakarta - Komunikasi publik atau public speaking adalah..